Eksploitasi Anak di Media Sosial Berkedok Konten, Setuju?

1 komentar

Eksploitasi anak di media sosial berkedok konten, apakah benar-benar buruk dampaknya pada anak? Pertanyaan semacam ini saya yakin ada pro dan kontra di luar sana.

 

Beberapa kelompok berpendapat, bahwa anak tidak seharusnya dijadikan konten, karena jika itu terjadi maka ada beban yang diemban, baik oleh anak maupun orangtua di masa mendatang. Alasan lainnya, menurut agama yang saya anut, ada penyakin 'ain yang bisa menyerang anak ketika disebarluaskan fotonya di media sosial.


Sedangkan kelompok lain beranggapan, ketika anak menjadi konten di media sosial, dapat dijadikan media belajar bagi pasangan lain, bentuk dokumentasi anak yang bisa dikenang suatu saat nanti, atau memang ingin mendapatkan endorsement.


Terkait pandangan ini, para orang tua tentu secara sadar ketika mengambil keputusan untuk anaknya. 


Namun, pernahkah terpikir oleh kita, para orang tua, ketika menampilkan anak di media sosial akan berdampak sedikit banyak terhadap perkembangannya? Seperti yang kita tahu, usia emas atau golden age anak dimulai dari usia 0 hingga 6 tahun, yang mana ketika usia ini, peran orang tua dan lingkungannya menjadi vital.


Di usianya yang masih sangat muda, mereka belum tahu apa yang baik dan buruk bagi kehidupan mereka. Maka seperti yang saya katakan tadi, penting kesadaran orang tua dalam mengambil keputusan untuk menjadikan anak mereka sebagai kids influencer.


Yah, sebenarnya sah-sah saja jika ingin mengupload tingkah lucu si kecil, namun jika ini dilakukan dalam keadaan memaksa anak dan jangka waktu yang lama, bisa-bisa termasuk pada golongan mengeksploitasi anak.


Sebenarnya, apa yang dimaksud eksploitasi anak?


Apa Itu Eksploitasi Anak

ada apa eksploitasi anak di media sosial

Mengutip Cambridgeshire Constabulary, eksploitasi anak adalah kondisi saat pelaku (orang dewasa, bisa termasuk orang tuanya) berusaha mengambil keuntungan dari seorang anak demi keuntungan pribadi mereka sendiri. 


Saat anak menjadi kids influencer, hak-hak mereka seperti mendapatkan identitas, bermain bersama teman sejawatnya, dan mendapatkan perlindungan juga wajib dipenuhi oleh orang tua. Jangan sampai, anak dipaksa sesuai jadwal yang diatur untuk membuat konten hingga hak-hak nya tadi terlewatkan. Naudzubillah, jangan sampai ya, bun.


Nah, perlu dicatat juga, bahwa tidak mengapa anak menjadi kids influencer, karena siapa tahu anak memang punya bakat dan minat di bidang tersebut. Orang tua bertugas menyaring kembali apa-apa saja kegiatan yang baik dilakukan anak.


Penyebab Terjadinya Eksploitasi pada Anak


1. Melampiaskan keinginan orang tua yang tidak terealisasi


Dalam kasusnya, orang tua di kala muda (belum punya anak/belum punya pasangan) ingin menampilkan dirinya sebagai influencer. Namun, kenyataan tak sesuai harapan. Hasilnya? Mereka memanfaatkan eksistensi anak sendiri untuk memuaskan egosentrisnya.

 

2. FOMO


Masyarakat dunia punya kebiasaan takut ketinggalan tren, termasuk menjadikan anaknya konten di media sosial. Secara tidak langsung, akan memicu niat buruk seiring waktu yang dapat berakibat memaksaan anak membuat konten.

 

3. Memenuhi kebutuhan keluarga


Sebagai informasi, bayaran kids influencer dimulai dari ratusan hingga jutaan yang angka-angkanya sangat menggoda. Orang tua yang mudah silau matanya, memilih cara instan menjadikan anak mereka sebagai konten.


Di lain sisi, ada juga manfaat yang didapat yakni orang tua bisa membuat tabungan pendidikan untuk anaknya kelak dari hasil konten. Namun, perlu diingat kembali apa sebenarnya hak dan kewajiban orang tua pada anak.


Dampak Eksploitasi pada Anak


1. Mereka akan kehilangan identitas

2. Mereka akan kehilangan lingkaran pertemanan

3. Mereka akan kesulitan membina hubungan dengan orang lain karena terbiasa dengan dunia maya

4. Akan terjadi kecemasan berat, panik,dan depresi yang berakibat masalah di sekolah

5. Mereka akan terbiasa berbohong, ketakutan, kurang dapat mengenal cinta atau kasih sayang, dan sulit percaya kepada orang lain

6. Kelelahan fisik karena memenuhi target konten

 

Penutup


Eksploitasi anak di media sosial dapat terjadi karena egosentris orang tua yang menggebu-gebu. Namun tidak menjadi masalah ketika orang tua mampu memenuhi hak-hak anak selama menjadi kids influencer. Hal terpenting, orang tua dan anak tetap menjalankan perannya masing-masing, itu sudah cukup menciptakan kesei


Related Posts

1 komentar

  1. Kalo penyakit ain bukan hanya untuk anak anak. yang dewasa saja bisa terkena.
    Semoga kita tergolong orang yang selalu berdzikir

    BalasHapus

Posting Komentar