Selamat pagi, bu Ullya. Sebagai informasi akun atas nama ******** mendapatkan cashback senilai Rp 1.000.000 yang dapat dimasukkan ke saldo shopeepay atau rekening bank milik Ibu.
Kirimkan ke rekening saya saja bisa?
Baik. Kami membutuhkan informasi nama lengkap, alamat lengkap dan nomor rekening yang dapat Ibu sebutkan melalui telpon ini.
Bersamaan dengan pembicaraan tersebut lalu masuk pesan Whatsapp dari nomor yang didalamnya ada kode OTP dan saya dengan sukarela menyebutkan kode OTP tersebut.
Pembicaraan ditelpon masih berlanjut. Penelpon meminta nomor rekening saya, disinilah saya mulai curiga. Saya coba menyebutkan ujung nomor rekening yang salah, sehingga penelpon meminta saya menyebutkan lagi. Entah kenapa, saya langsung berdalih untuk menelpon lagi nanti karena ada urusan mendesak dan percakapan pun berakhir.
Singkat
cerita, setelah menyelesaikan pekerjaan di hari itu saya coba log in ke e-commerce tersebut dan mendapati kalau saya tidak bisa log in.
dokpri |
Begitulah kira-kira kejadian yang hampir membuat saya kehilangan
sejumlah uang direkening. Saya mendapatkan telpon tersebut dari Whatsapp yang
mengatasnamakan pihak salah satu e-commerce
terkenal dengan kode nomor +1(984).
Sebagai seorang guru honor yayasan dengan gaji bulanan yang tidak
menyentuh UMR, bilangan nominal sejuta terasa wah sekali. Sudah ada bayangan
ingin checkout apa saja sepulang mengajar nanti.
Saat itu saya sedang sibuk mengajar anak-anak di posko saat era study from home, jadi tidak terlalu
fokus saat ada yang menelpon. Awalnya saya tidak curiga karena suara penelpon
sangat natural bak call center beneran, intonasinya pas dan
meyakinkan. Saya pun terhasut untuk menyebutkan nomor rekening bank BRI agar
segera dikirimkan hadiahnya. Namun, syukurlah saya masih dilindungi, akal sehat
saya masih berfungsi saat itu.
Kejadian seperti ini saya yakin tidak hanya terjadi pada saya sendiri
saja. Banyak banget di luar sana modus-modus kejahatan berbeda dengan
iming-iming hadiah/uang tunai/tawaran pekerjaan dan lainnya. Apalagi di daerah
pinggiran yang masih minim ilmu terkait dunia digital ini.
Berdasarkan situs databoks.katadata.co.id dengan sumber data
patrolisiber.id, konten penipuan adalah konten yang paling banyak dilaporkan
sepanjang Januari hingga September 2021 yakni sebanyak 4.601 kasus. Bayangkan,
4.601 kasus hanya yang dilaporkan saja, bagaimana jika diakumulasikan dengan
kasus yang tidak terlapor? Pasti banyak banget ya.
databoks.katadata.co.id |
Nah, kejahatan atau penipuan yang saya alami ini termasuk pada
kasus yang tidak berhadapan langsung dengan pelaku, inilah yang disebut cyber
crime atau kejahatan siber. Cyber crime/kejahatan siber adalah kejahatan atau penipuan melalui
perangkat elektronik seperti handphone atau komputer yang merugikan
penggunanya, baik secara psikis ataupun materil.
Masih melansir databoks.katadata.co.id, kerugian sepanjang Januari
hingga September 2021 mencapai 3,88 triliun. Platform yang digunakan
untuk cyber crime ini paling banyak menggunakan Whatsapp,
setelahnya ada Instagram kemudian diikuti telpon/SMS. Pantas
saja, banyak banget keluhan pengguna sosial media tersebut yang melaporkan
kasus penipuan yang mengincar saldo rekening para nasabah bank.
Selain itu menurut laporan data anomali trafik BSSN (2021),
sepanjang tahun 2020 adanya peningkatan serangan siber sebanyak 41 persen dari
tahun sebelumnya 2019. Ini menunjukkan masyarakat Indonesia harus segera melek
menyoal literasi digital.
Pentingnya Literasi Digital
Kita hidup di tengah berkembang pesatnya teknologi yang memudahkan
segala hal hanya dalam satu perangkat saja yakni handphone. Dengan segala
kelebihan penggunaan handphone, jika tidak dibekali dengan ilmu dan kewaspadaan
bisa saja menjadi pisau bermata dua.
Transisi dari konvensional ke digital memang tidak dapat
dielakkan. Dengan maraknya penggunaan internet hingga ke pelosok, tak salah
jika Indonesia sempat memegang posisi 2 teratas pada kasus cyber crime. Untuk menurunkan peringkat ini, masyarakat Indonesia
harus segera melek literasi digital.
Literasi digital bermakna kemampuan dalam memahami informasi
teknologi bagi penggunanya agar dapat digunakan secara bijak dan tepat.
siberkreasi.id |
Literasi digital berkaitan dengan keamanan digital, misalnya saja
dalam dunia perbankan. Untuk menjaga keamanan nasabah saat bertransaksi, maka
nasabah sendirilah yang harus bisa melindungi data pribadinya, jangan sampai
tersebar ke orang lain, baik di sengaja ataupun tidak.
Seperti kasus penipuan yang saya alami ini ternyata mengincar data
korban di rekening bank. Jujur, saya tidak berhati-hati saat memberikan
informasi data diri kepada orang yang tidak dikenal sehingga akhirnya akun saya
ter-block.
Dengan memahami literasi digital, jangan sampai cerita-cerita
penipuan yang terjadi pada saya saat itu membuat rekening kamu bocor instan,
ya.
Dengan adanya digitalisasi di industri perbankan ini banyak
menghasilkan aplikasi yang bisa didownload untuk memudahkan para nasabahnya
bertransaksi, salah satunya adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Saat ini Bank Rakyat Indonesia (BRI) telah menggulirkan berbagai
fitur aplikasi untuk mempermudah nasabah dalam bertransaksi digital. Adapun
aplikasinya yaitu BRImo (BRI Mobile) yang menyediakan fitur m-banking,
e-banking, uang elektronik atau Tbank.
Seperti yang sudah saya singgung, korban penipuan di sosial media
banyak yang mengincar saldo rekening bank nasabah. Bank Rakyat Indonesia (BRI)
pun juga mendapatkan banyak laporan terkait kasus penipuan ini. Salah satu yang
sempat menjadi viral adalah kasus pasutri di Kota Padang Sumatera Barat yang
menghilangkan 1,1 milyar rupiah dalam 1 kali klik link melalui Whatsapp. Cerita
selengkapnya bisa baca disini.
Naudzubillah, semoga bapak ibu korban diberikan kesabaran ya.
Dari kejadian tersebut, coba kita ambil satu hikmah bahwa
pentingnya kritis dalam penggunaan sosial media. Bagi generasi boomer yang
belum tentu paham literasi digital, cobalah untuk tidak mudah percaya terhadap
apapun informasi yang beredar.
Kenali Jenis-jenis Cyber Crime
Sebelum membahas bagaimana seorang nasabah bank dalam menyikapi
informasi yang belum jelas kebenarannya, ada baiknya jika kenali terlebih
dahulu jenis-jenis cyber crime yang
kebanyakan menyerang para nasabah bank.
Semua orang pasti setuju jika kejahatan ada dimana-mana dan bisa
menyasar siapa saja tanpa pandang bulu. Banyak dari kita yang justru belum
memiliki kewaspadaan oleh kejahatan di dunia digital, padahal kejahatan itu
juga bisa dilakukan melalui berbagai media seperti handphone, internet, hingga
kartu debit/kredit jika tidak berhati-hati.
twitter BRI |
Setidaknya ada 5 jenis cyber crime yang menyerang
psikologi penggunanya, dalam hal ini kita berbicara dari sudut pandang nasabah.
1. Skimming
Menggandakan data nasabah melalui mesin ATM yang menggunakan
alat skimmer.
2. Phising
Menggandakan data nasabah melalui layanan internet banking,
sms dan penyebaran link palsu. Jenis cyber crime ini mengelabui targetnya
sehingga calon korban tidak sadar bahwa data pribadinya sedang dicuri.
Seperti kasus saya yang lalu, pelaku memposisikan dirinya sebagai
orang pusat e-commerce, dengan intonasi dan cara bicara layaknya call center.
Untuk memastikan bahwa benar info tersebut, saya sempat menanyakan alamat
kantor pusatnya dan sigap pelaku menjawab tanpa ragu.
Pada kondisi ini saya memang dikelabui karena pada akhirnya suka
rela membagikan data informasi berupa nama lengkap, alamat lengkap, dan nomor
rekening untuk menguras saldo.
3. One Time Password (OTP)
One Time Password merupakan password sekali pakai untuk melakukan
verifikasi di aplikasi.
Jenis cyber crime ini menyedot dana nasabah melalui sejumlah situs
jual beli (e-commerce).
Pada kasus saya kode OTP digunakan untuk login ke situs
e-commerce. Menurut beberapa kasus yang hampir mirip, nantinya pelaku akan
mengaktifkan paylater dan melakukan transaksi ke beberapa bank untuk
menghindari pelacakan oleh sistem.
4. Vishing (Voice Phising)
Pelaku menghubungi korban melalui telepon dan mengaku dari pihak
bank. Biasanya pelaku mengirimkan pesan suara otomatis dan mencoba
menakut-nakuti korban agar menelepon kembali, biasanya meminta tagihan atau
denda yang belum dibayar.
5. SIM Swap
Pencurian data dengan mengambil alih nomor handphone untuk
mengakses akun perbankan korban.
Tips Terhindar dari Cyber Crime
Setelah mengetahui berbagai jenis cyber crime, ada baiknya kamu untuk menyimak tips terhindar dari kejahatan tersebut. Terutama untuk generasi boomers yang belum tentu paham literasi digital, namun tidak menutup kemungkinan para generasi millenial juga turut ambil peran dalam memahami serta menyebarkan informasi ini seluas-luasnya ya.
dokpri |
1. Teliti sebelum mengklik tautan/link
Perlu diingat bahwa perusahan besar seperti BRI tidak akan
membagikan informasi penting pada akun tidak resmi. Berikut sosial media dan
nomor resmi BRI :
Call Center: 14017/1500 017
Email: callbri@bri.co.id
FB Messenger : BANK BRI
Whatsapp: 08121214017
Bagaimana cara mengenali akun BRI palsu?
- Tidak ada centang biru (verified) pada akun palsu
- Desain berantakan dan tidak proporsional
- Tata bahasa tidak merujuk pada PUEBI/EYD dan banyak typo (kesalahan ketik)
Biasanya, pelaku melakukan social engineering (soceng)
untuk menakut-nakuti nasabah bank dengan beralasan nasabah akan dirugikan
apabila tidak segera bertindak. Soceng ini adalah teknik manipulasi yang
menyerang psikis nasabah jadi jangan mudah tertipu! Abaikan saja, oke!
2. Jangan bagikan informasi pribadi
Hal ini saya rasa sudah jelas, jika bukan berasal dari akun dan
nomor resmi BRI di atas, jangan pernah memasukkan data pribadi seperti username/password/pin rekening bank, tanggal
lahir, nama gadis ibu kandung, nomor NIK, foto KTP, dan data pribadi lainnya,
apalagi ke sosial media. Bisa-bisa jadi sasaran empuk model penipuan lainnya.
3. Transaksi dengan metode aman
Apabila menggunakan e-banking/e-wallet/mbanking,
biasakan untuk mengaktifkan two factor authentication (2fa)
untuk menggandakan keamanan aplikasi perbankanmu.
Apabila harus menggunakan ATM, pilihlah lokasi yang ramai disertai
keberadaan satpam. Gunakan satu tangan lainnya untuk menutupi transaksi saat
menekan tombol ATM apabila terdapat antrian di belakangmu.
4. Waspadai nomor tidak dikenal
Jangan mudah percaya dengan seseorang yang mengaku kenal dengan
kamu. Walaupun intonasi dan suara menyerupai orang yang kamu kenal, coba cek 2
kali sebelum memulai percakapan lebih jauh.
5. Aktifkan fitur sms dan email notifikasi
Jika menggunakan aplikasi misalnya perbankan, maka fitur ini
sangat harus diaktifkan. Sms atau email notifikasi merupakan fitur pada layanan
perbankan berupa pemberitahuan otomatis dari bank untuk memudahkan nasabah
mengetahui setiap transaksi sehingga nasabah dapat mengontrol lalu lintas
transaksi melalui rekening tabungan.
6. Hiraukan sms, wa, email, telepon yang mengatasnamakan pihak bank
Seperti halnya point 1, teliti dengan apapun informasi yang
mengatasnamakan pihak bank dengan mengacu pada akun sosmed dan nomor resmi
pihak bank. Perlu diperhatikan pihak bank tidak akan pernah menelpon nasabah
terlebih dahulu. Jangan sampai terkecoh!
BRI yang merupakan bank pemerintah Indonesia terus mengadakan
perbaharuan di segala sisi seperti mengajak para penyuluh digital untuk ikut
berkontribusi mencerdaskan nasabahnya melalui literasi digital berupa cara
menjadi Nasabah Bijak.
Oleh karena itu, saya mengajak kamu yang membaca artikel ini untuk
menjadi nasabah bijak dengan melek literasi digital pada perbankan berbasis
teknologi. Mulai dari orang-orang terdekatmu, jadilah penyuluh digital agar
semakin banyak yang melek terhadap kejahatan siber ini.
Lalu bagaimana caramu mengambil peran dalam kampanye ini?
Caranya mudah, kamu bisa membagikan informasi seputar literasi
digital melalui akun sosial mediamu misalnya Twitter, Facebook, Instagram, atau
website seperti berikut :
dokpri |
Mari jadi agen perubahan mulai hari ini. Kalau tidak sekarang,
kapan lagi ya kan~
Referensi :
Pengalaman pribadi Ullya Muflihatin/author
Patrolisiber.id
databoks.katadata.co.id
https://berkas.dpr.go.id
siberkreasi.id
Twitter : Nasabah Bijak
Posting Komentar
Posting Komentar