Mencari Kawan Untuk Teman Autis

Posting Komentar

 

“... Saya sendiri pas di bangku sekolah pernah dirundung. Walaupun dulu saya gak punya diagnosa autisme, saya lihat, terenyuh hati, kayak ada beban di hati saya, gak mau liat anak autis dibully karena bukan kesalahan mereka.” - Alvinia Christiany -

Nakal, mengganggu, tidak normal, acap kali agresif, sulit diatur adalah sekumpulan stigma yang muncul pada mereka yang mengalami gangguan dalam berkomunikasi dan berinteraksi atau lebih dikenal sebagai penderita Autism Spectrum Disorder (Autisme). Stigma terhadap autisme ini masih sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Mulai berdatangan dari pihak masyarakat awam hingga tenaga kesehatan. Mirisnya, di saat pengidap autisme membutuhkan perhatian untuk perkembangan mereka, ada oknum tenaga kesehatan yang memberi tindakan kekerasan saat menjalani terapi di sebuah rumah sakit. Ada lagi kasus pembunuhan anak autis oleh orangtua kandung yang diduga karena kurangnya pemahaman dalam menangani anak autis. 

Setiap tahun pengidap autisme di Indonesia meningkat. Hasil riset yang menunjukkan jumlah penderita Autisme di Indonesia memang tidak pasti. Namun berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Indonesia dengan tingkat pertumbuhan 1,14 persen dapat diprediksi penderita autis di Indonesia berkisar 2,4 juta orang dengan peningkatan 500 orang per tahun. 

Jumlah penderita autis yang meningkat setiap tahunnya berbanding lurus dengan informasi penanganan penyakit ini. Bagi orang tua yang memiliki anak dengan gangguan autis, hidupnya tidaklah semudah memiliki anak normal. Sebuah penelitian menyatakan bahwa orang tua yang memiliki anak autis memiliki stres yang lebih besar dibandingkan anak-anak normal, bahkan memiliki tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang tua yang memiliki anak disabilitas lainnya. Ibu dengan anak autis menghadapi tingkat stres yang tinggi, sehingga untuk dapat mengasuh secara positif, bisa menjadi sulit ketika orang tua sedang stres.

Berangkat dari keresahan tersebut, seorang perempuan muda bernama Alvinia Christiany mendirikan komunitas yang diberi nama Teman Autis bersama rekan-rekannya. 

Perjalanan Teman Autis Meraih Dukungan

Alvinia Christiany, merupakan lulusan Interior Design dari Raffles College of Higher Education di Singapura. Ia bercerita melalui wawancara bersama sebuah media alasannya mendirikan Teman Autis. Saat itu ia melihat seorang anak autis yang sering menjadi korban perundungan. Ia merasakan kesedihan serupa sebab pernah menjadi korban perundungan juga. 

Di Teman Autis, Alvinia merupakan Co-Founder. Sedangkan Ratih, temannya, ialah Founder komunitas ini. Karena memiliki keresahan serupa terkait minimnya informasi dan stigma negatif yang menyebar di masyarakat terhadap autisme, keduanya bersama rekan-rekan lain mendirikan komunitas Teman Autis sejak 2017 lalu.

Awalnya Teman Autis bernama Light Up Project, namun karena fokus untuk membranding diri maka namanya berubah menjadi Teman Autis di tahun 2018. Gerakan awal yang dilakukan Alvinia bersama rekan seperjuangan adalah menyosialisasikan autisme di Car Free Day (CFD) Jakarta. Mereka menggaet orangtua yang memiliki anak penderita autisme. Gerakan mulia yang bertujuan mengedukasi masyarakat awam bahwa autisme bukanlah sesuatu yang harus dihindari direspon baik oleh para peserta CFD.

Hari-hari berikutnya, komunitas teman autis mengadakan seminar autisme. Baru-baru ini melalui Instagram official di @temanautis, bersama dengan anak-anak autis lainnya melakukan kolaborasi bersama MRT Jakarta. Tampak jelas wajah riang dari anak-anak yang tergabung dalam acara itu. Mengapa tidak, acara yang dibalut tantangan ini memberikan stimulus untuk merangsang komunikasi dan ekspresi dari setiap peserta.

Tak hanya pihak MRT Jakarta, Teman Autis nyatanya telah berkolaborasi selama 4 tahun terakhir dengan lebih dari 100 mitra.

Asa Teman Autis Terus Bergulir

Langkah Alvinia bersama rekan-rekannya terus mengalami perguliran. Dibalik kesuksesan yang kini mereka raih, nyatanya pernah mengalami kesulitan dana dan sumber daya manusia. Saat awal-awal berdirinya komunitas ini, mayoritas pendanaan acara berasal dari kantong setiap anggota. Sumber daya manusia yang kurang juga menjadi permasalahannya. Bak air laut yang tak pernah surut, semangat tim Teman Autis berhasil mendapatkan perhatian dari SATU Indonesia Award ke-13 dengan menerima sejumlah dana. Oleh dana tersebut, tim Teman Autis ingin mengembangkan platform online yang mengumpulkan orang tua dan anak autisme di seluruh Indonesia agar mendapatkan informasi dan teman jejaring agar mereka tidak merasa sendiri. Kini pun, telah ada website official www .temanautis.com sebagai perantara untuk mendapatkan informasi serupa.

Kesempurnaan yang hakiki adalah saat melihat 'mereka' dapat merasakan hak yang sama. Itulah yang menjadi pemercik semangat Alvinia dan tim Teman Autis untuk terus tumbuh dan aktif dalam membantu orangtua dan penyandang autisme agar dapat menikmati hidup seperti kebanyakan orang. 

Related Posts

Posting Komentar